Jumat, 16 April 2010

Duabelas

( aku terduduk memandang keluar jendela. menatap lampu-lampu kota yang berkelap-kelip malu dan membuatku sedikit terlena -sedikit saja- sambil merayakan angin yang sesekali bertiup dingin dengan liciknya.aku pernah sangat mengenal ruangan ini. sepi. sangat sepi. terlalu sepi.)

Hei...
Duduklah disini
Aku ingin bercerita tentang panasnya hari
Dinginnya malam
Dan hangatnya mimpi

Karena saat hujan turun berkejar-kejaran dengan sombongnya nanti
Dan air mata jatuh menceritakan hati
Saat itulah waktu kita habis terbeli

Aku dan kamu adalah hidup sayangku
Aku dan kamu adalah mati
Mencaci dengan gelisah betapa bodohnya ruang dan waktu
Memaki putik-putik kehidupan yang perlahan layu.

Mana senyum itu
Aku mau tau
Senyum yang dulu membuat kita tak peduli dan tak ingin terbangun lagi
Aku mau itu
Aku mau kamu

Lekuk alis
Tulang pipi
Ceruk bibir
Imajinasi

(matanya mulai membasah. dan tetap indah. dia menyiksaku. seharusnya aku menyeka pipinya seakan tak terjadi apa-apa. dan dia tau aku tak bisa.)

Dulu kita seperti ini sepanjang pagi
Terdiam tak bersuara tapi saling bercerita
Terluka lebih dalam lagi tapi saling mengerti

Kita tak butuh kata untuk tertawa
Aku tak butuh nyawa untuk selamanya

Tidurlah
Aku tau kau lelah
Dan aku mau kau berjanji
Saat kau terbangun nanti
Peluklah aku dengan segala luka yang kumiliki

( ...dan aku terduduk memandang keluar jendela. menatap lampu-lampu kota... )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar